OTORIDER - Dunia balap Indonesia berduka setelah mantan juara balap nasional, Hokky Krisdianto, dilaporkan meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas pada pagi hari, Senin (18/11).
Pembalap yang terkenal di era 2000-an dengan tim Yamaha ini mengalami kecelakaan ‘adu banteng’ di wilayah Situbondo, Jawa Timur. Kecelakaan yang melibatkan dua sepeda motor ini diduga akibat melebar di tikungan.
Berkaca dari kejadian ini, ada baiknya Anda mengenal kembali potensi bahaya dari tikungan dengan garis tidak putus (utuh). Berikut detail kronologi dan tinjauan lalu lintasnya.
Kronologi Kecelakaan Fatal
Kecelakaan tersebut terjadi ketika motor Honda Verza dengan pelat nomor P 4882 FM melaju dari arah timur menuju barat.
Marka Jalan dan Imbauan Keselamatan
Peristiwa ini juga menyoroti pentingnya ketelitian pengemudi dalam mematuhi marka jalan, terutama di daerah tikungan. Sebagai informasi, di jalan menikung, pengendara diimbau untuk tidak menyalip kendaraan lewat sebelah kiri atau mencoba menyusul saat berada di area yang tidak aman. Marka jalan di area tersebut juga menunjukkan garis utuh yang melarang kendaraan berpindah jalur.
Perihal garis jalan telah diatur pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Marka Jalan. Bentuknya bermacam-macam, ada yang garis utuh, putus-putus, bewarna kuning dan putih dengan berbagai ukuran yang setiap itu punya arti tersendiri.
Lebih tepatnya, terkait marka tidak putus terdapat pada Pasal 17, berbunyi:
(1) Marka Membujur berupa garis utuh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a berfungsi sebagai:
a. larangan bagi kendaraan melintasi garis tersebut; dan
b. pembatas dan pembagi jalur.
(2) Marka Membujur berupa garis utuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila berada di tepi jalan hanya berfungsi sebagai peringatan tanda tepi jalur lalu lintas.
Dari tinjauan safety riding, Instruktur & Founder Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC), Jusri Pulubuhu menyatakan di luar kejadian yang tragis tersebut, tetap ada potensi pelanggaran di situ. “Dia sedang menikung, keluar marka jalan ada blind spot sehingga terjadi crash,” kata Jusri saat dihubungi Otorider, Senin (18/11).
Menurutnya, setiap pengguna jalan juga harus menggarisbawahi, jika jalan raya adalah ruang publik yang tidak pernah aman. “Karena banyak variabel yang ada di jalanan. Mulai dari manusianya, kondisi motor hingga kondisi jalan dan halangan lainnya. Kalau di jalan raya, diam saja bisa kecelakaan. Bisa dari kelalaian orang lain,” wantinya.
Kecelakaan Tidak Menaati Peraturan
Berdasarkan data Korlantas Polri, tercatat sebanyak 1.674.908 pelanggaran kendaraan roda dua. Pelanggaran yang paling dominan adalah pengendara yang tidak menggunakan helm dan melanggar marka rambu.
"Paling banyak itu pelanggaran tidak menggunakan helm, hampir 438 ribu pelanggaran di seluruh Indonesia. Kemudian, pelanggaran surat-surat kendaraan, kelengkapan kendaraan seperti spion, melanggar marka rambu, serta melawan arus lalu lintas," kata Direktur Penegak Hukum (Dirgakkum) Korps Lalu Lintas Polri Brigadir Jenderal Polisi, Raden Slamet Santoso.
Secara nasional terjadi lebih dari 152.000 kecelakaan, dan sekitar 27.000 korban meninggal dunia akibat kuranganya kesadaran keselamatan berkendara roda dua. Dari data itu diketahui bahwa dalam satu hari setidaknya ada 76 orang meninggal akibat kecelakaan.
"Dalam satu jam kurang lebih tiga korban manusia meninggal dunia karena kecelakaan. Kalau kendaraan roda dua, satu hari ada 543 kendaraan (terlibat kecelakaan), satu jam ada 23 kendaraan, dan dalam satu hari, 64 korban manusia meninggal yang melibatkan kendaraan roda dua," Kakorlantas Polri, Irjen Pol Aan Suhanan saat ditemui Otorider beberapa waktu lalu. (*)