OTORIDER - Dalam upaya mengurangi angka kecelakaan lalu lintas, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mengusulkan penerapan teknologi canggih pada kendaraan bermotor, salah satunya sistem rem ABS (Anti-lock Braking System).
Kemenhub akan mengadopsi setidaknya 19 kategori teknologi untuk meningkatkan keselamatan berkendara, termasuk teknologi pengereman seperti ABS. Teknologi ini direkomendasikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai langkah penting dalam mengurangi kecelakaan lalu lintas.
"Termasuk teknologi pengereman Anti-Lock Braking System (ABS) sebagaimana direkomendasikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)," kata Kasubdit Uji Tipe Kendaraan Bermotor Ditjen Perhubungan Darat Kemenhub, Yusuf Nugroho dalam keterangan resmi.
Yusuf juga menekankan pentingnya peran produsen kendaraan dan pemilik teknologi dalam mengedukasi pengguna sepeda motor. "Pengenalan teknologi kendaraan bermotor harus dilengkapi dengan manual penggunaan, penyelesaian kerusakan (troubleshooting), dan panduan pemeliharaan," papar Yusuf.
Direktur Marketing PT Astra Honda Motor (AHM), Octavianus Dwi mengatakan ABS bisa saja dijadikan opsi di masa depan yang terpasang di semua motor agar lebih aman. "Kami masih menunggu panduan pemerintah untuk mendukung rencana tersebut. Karena itu kaitannya dengan safety. Dan angka kecelakaan itu banyak faktor, dari pengereman jadi salah satu yang perlu ditingkatkan," kata Octa saat ditemui Otorider di Cikarang, Jawa Barat beberapa waktu lalu.
Lebih lanjut, Kepolisian juga mengusulkan teknologi tambahan untuk keselamatan berkendara. Kasi Gunranmor Subdittatib Ditgakkum Korlantas Polri, Kompol Deni Setiawan mengungkapkan bahwa 44 persen dari angka kecelakaan di Indonesia disebabkan oleh kegagalan fungsi rem.
"Teknologi-teknologi ini penting untuk meningkatkan keselamatan berkendara. Kami juga mengusulkan agar teknologi kendaraan diintegrasikan ke dalam sistem regulasi. Kepolisian mendukung revisi PP 55 Tahun 2012 agar sesuai dengan standar internasional," ujar Deni. (*)