OTORIDER - Jika sesuai aturan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yakni produk Bahan Bakar Minyak (BBM) yang bisa dijual di Indonesia minimal RON 91, maka Pertalite sudah tidak sejalan dengan peraturan tersebut.
Pemerintah sendiri sebenarnya sudah lama berencana untuk membatasi pembelian BBM bersubsidi ini agar penyalurannya lebih tepat sasaran. Namun, ternyata sampai saat ini rencana tersebut belum berjalan juga.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif beralasan karena ada sejumlah persolan yang menyebabkan lambatnya progres revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014, yang akan mengatur pembatasan pembelian Pertalite.
PT Pertamina Persero sendiri sudah mengusulkan akan menghapus BBM jenis Pertalite mulai tahun ini dan menggantinya dengan jenis baru yakni Pertamax Green 92, sesuai Program langit biru yang mana BBM menjadi lebih bersih.
"Sehingga nantinya tahun depan hanya ada 3 produk, yang pertama adalah Pertamax Green 92 dengan mencampur RON 90 dengan 7% etanol kita sebut e7, kedua adalah Pertamax Green 95 mencampur Pertamax dengan 8% etanol, ketiga adalah Pertamax Turbo," ujar Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati saat rapat dengan Komisi VII pada 2023 silam.
Meskipun belum ada kepastian kapan dihapusnya Pertalite di beberapa daerah, BBM jenis ini sudah mulai langka dan hilang dari pasaran. Dikutip dari lampost.com, Stasiun Pengisian Bahan bakar Umum (SPBU) di Kotabumi, Lampung dan sekitarnya tidak memiliki stok BBM jenis Pertalite. Sedangkan, tulisan Pertalite di plang penjualan di SPBU daerah Pos Pengumben, Jakarta dihapus.
Namun, di beberapa daerah lain masih bisa mendapatkan Pertalite, salah satunya SPBU di Depok, Jawa Barat. "Di sini masih jual Pertalite," ujar salah satu petugas SPBU kepada Otorider.
Menurut Pengamat Otomotif dan Dosen Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes Martinus, nantinya kebijakan ini akan sejalan dengan Instruksi Presiden (Inpres) untuk mewujudkan target net zero emission pada 2060. Ini diklaim merupakan wujud komitmen pemerintah dalam menerapkan transisi energi dari sumber fosil ke energi baru dan terbarukan (EBT).
"Peraturan ini ditujukan mereka untuk mendorong, merangsang inovasi dan investasi untuk produsen otomotif dalam memproduksi kendaraan nol-emisi. Program penurunan emisi dan polusi adalah masalah serius dunia saat ini," ujar Yannes kepada Otorider. (*)