Warga Terdampak Jalan Berlubang dan Meninggal Bisa Tuntut Pemerintah
Hak warga yang terdampak akibat jalan berlubang untuk menuntut pemerintah atau penyelenggara jalan jika kelalaian dalam perawatan jalan.

OTORIDER - Kasus kecelakaan akibat jalan berlubang, sering menjadi penyebab kecelakaan fatal di berbagai daerah di Indonesia. Banyak warga yang menjadi korban akibat kondisi jalan yang rusak, bahkan beberapa di antaranya meninggal dunia.
Kasus kecelakaan sepeda motor akibat jalan berlubang sendiri, baru terjadi pada beberapa Minggu ini di Kabupaten Bogor, Jawa Barat yang memakan dua korban jiwa.
Sesuai dengan peraturan yang berlaku, warga yang terdampak akibat kecelakaan di jalan rusak, termasuk keluarga korban meninggal, berhak menuntut pemerintah atau penyelenggara jalan sesuai dengan kewenangan masing-masing.
Berdasarkan Pasal 273 UU LLAJ, pihak yang lalai dalam memperbaiki jalan rusak hingga menyebabkan kecelakaan dapat dikenai sanksi hukum:
- Korban luka ringan: Kurungan maksimal 6 bulan atau denda maksimal Rp 12 juta.
- Korban luka berat: Pidana maksimal 1 tahun dan denda maksimal Rp 24 juta.
- Korban meninggal dunia: Pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling tinggi Rp 120 juta.
Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno, menegaskan bahwa perbaikan jalan rusak tidak boleh menunggu hingga kerabat pejabat menjadi korban. "Setelah ada warga yang meninggal dunia akibat jalan berlubang, tiba-tiba seluruh lubang segera ditutup seolah pemerintah bekerja," ujar Djoko kepada Otorider, Rabu (26/2).
"Warga punya hak yang sama untuk mendapatkan perlindungan bertransportasi di jalan raya," tambahnya.
Djoko juga menekankan bahwa jalan raya seharusnya menjamin keselamatan pengguna, bukan menjadi tempat meregang nyawa. "Negara wajib melindungi warganya dalam aktivitas bertransportasi," ungkap Djoko.
Sementara itu, Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyatakan bahwa mereka terus berupaya memperbaiki jalan-jalan yang rusak, namun ada keterbatasan. "Jalur tersebut merupakan kewenangan pusat, nasional. Jadi jalur jalan Kemang-Bogor. Terus di jalur Cileungsi itu kewenangan provinsi. PUPR kabupaten selalu berkomunikasi berkaitan dengan pemeliharaan," kata Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bogor, Iwan Irawan. (*)