OTORIDER - Pemerintah Indonesia telah menetapkan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% yang akan berlaku mulai Januari 2025. Kebijakan ini mengacu pada Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Namun, kebijakan ini memicu reaksi negatif di media sosial, terutama dari masyarakat yang khawatir kenaikan PPN akan menekan daya beli.
Salah satu sektor yang menjadi sorotan adalah otomotif, khususnya kendaraan listrik. Motor listrik yang tengah naik popularitas di Indonesia, berkat dukungan subsidi pemerintah, Namun, apakah kendaraan listrik tetap menjadi pilihan menarik meski tarif PPN mengalami perubahan?
Kendaraan Listrik Tidak Terpengaruh Signifikan
Menurut Ketua Umum Perkumpulan Industri Kendaraan Listrik Indonesia (PERIKLINDO), Moeldoko, kenaikan PPN menjadi 12% tidak akan berdampak signifikan pada kendaraan listrik.
Ia menambahkan, kenaikan tarif PPN ini justru bisa menjadi momentum untuk mendorong minat masyarakat beralih ke kendaraan listrik. Sebab, kendaraan berbahan bakar bensin akan dikenakan tarif PPN yang lebih tinggi dibandingkan kendaraan listrik.
"Itu nanti akan memberikan rangsangan yang semakin kencang orang untuk beralih ke kendaraan listrik daripada beli mobil bensin yang harganya semakin mahal," papar Moeldoko.
Insentif Pajak untuk Kendaraan Listrik
Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 8 Tahun 2024, insentif PPN untuk kendaraan listrik berbasis baterai tetap diberlakukan. Pembelian motor listrik, misalnya, hanya dikenakan PPN sebesar 1% dari harga jual, jauh lebih rendah dibandingkan tarif normal yang mencapai 11%.
Kebijakan ini menjadi strategi pemerintah untuk mempercepat adopsi kendaraan listrik di Indonesia sekaligus mendukung agenda ramah lingkungan. Dengan tarif PPN yang tetap rendah, kendaraan listrik tetap kompetitif di pasar otomotif meskipun PPN naik secara umum. (*)