Pegang Rekor Kecelakaan, Pemotor Harus Tingkatkan Road Safety
Menurut data Biro Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2019, kecelakaan mobil sebanyak 11,7 persen, sementara truk 3,8%, sedangkan sepeda motor 84,4 %.
OTORIDER – Keselamatan berkendara merupakan hal yang harus menjadi mindset atau pikiran utama siapa pun yang berkendara di jalan raya.
Apalagi menurut data dari Biro Pusat Statistik (BPS) menjabarkan bahwa pada tahun 2019, kecelakaan yang melibatkan mobil sebanyak 11,7 persen, sementara truk 3,8%, sedangkan sepeda motor 84,4 %.
Dari angka tersebut, pengendara roda dua memegang angka terbanyak.
"Memang ada beberapa faktor penyebab kecelakaan, seperti faktor manusia 60%, kendaraan 5%, dan lingkungan 3% (seperti kondisi jalan, fasilitas rambu-rambu dan lainnya), sementara sisanya kombinasi dari masing-masing faktor utama tadi," tukas Ir Adrianto Sugiarto Wiyono, ASEAN NCAP Technical Committee, di acara ASEAN NCAP Course di Politeknik APP, Jagakarsa, Jakarta Selatan, saat diwawancara Otorider beberapa waktu lalu.
Dari sana, tentu sebagai pengguna kendaraan roda dua, mesti waspada dan bersikap antisipatif guna mendukung keselamatan berkendara.
Salah satunya dengan cara aktif maupun pasif, cara aktif yaitu dengan berkendara sesuai aturan lalu lintas yang berlaku, memeriksa kondisi kendaraan secara berkala agar sesuai dengan ketentuan yang diberikan pabrikan, serta menggunakan pakaian yang ideal untuk berkendara, seperti helm, jaket dan sepatu tertutup.
Sedangkan pasif, bisa dengan menggunakan kendaraan yang dilengkapi dengan fitur-fitur keselamatan berkendara.
Seperti, rem ABS, kontrol traksi (jika dilengkapi) hingga ASR (antislip regulation) yang diberikan oleh pabrikan.
Lelaki yang disapa Rian itu menjelaskan bahwa memang belum ada mengarah ke sana (roda dua) dalam soal program (assessment) ini. "Namun hanya memberikan contoh saja, bahwa sebenarnya jenis kendaraan ini bisa juga dilakukan assessment," ujar lelaki murah senyum itu.
"Memang ada beberapa faktor penyebab kecelakaan, seperti faktor manusia 60%, kendaraan 5%, dan lingkungan 3% (seperti kondisi jalan, fasilitas rambu-rambu dan lainnya), sementara sisanya kombinasi dari masing-masing faktor utama tadi," tukas Rian.
Dalam kesempatan itu, pihak produsen kendaraan dan komponen kendaraan pun hadir, seperti Bosch dan Autoliv. Pihak Autoliv memaparkan, bahwa perusahaan produk keselamatan berkendara yang bermarkas di Swedia tersebut sudah mengupayakan perangkat keselamatan seperti kantung udara (airbag) bagi pengendara motor, baik yang tertanam pada motor, maupun yang berbentuk jaket/rompi serta di dalam helm.
"Kami sudah membuat beberapa perangkat keselamatan berkendara, baik mobil dan juga sedang terus dikembangkan untuk pengguna sepeda motor," terang Tetsuya Matsushita, perwakilan Autoliv.
Kemudian dari pihak Bosch, menerangkan perangkat Autonomous Emergency Braking (AEB), yang dapat secara otomatis mengurangi kecepatan kendaraan berdasarkan informasi dari sensor di bagian depan kendaraan. "Jika terdeteksi ada kendaraan yang lebih lambat di depan, maka otomatis akan memberikan lampu dan suara peringatan, jika pengemudi belum ada respons yang sesuai, maka perangkat rem akan mengurangi laju, bahkan hingga menghentikan kendaraan," ujar Benhard Simajuntak, dari Bosch.
Prinsip kerja rem seperti ini, sudah dikembangkan juga oleh pabrikan motor, salah satunya Honda, di mana pihak perwakilan dari Honda Global, Bundhitpong Promsiri. "Dengan memanfaatkan sensor yang membaca situasi di depan dan beberapa poin lain di jalan, pengoperasian AEB bisa dilakukan pada sepeda motor," katanya. Seperti diketahui, sistem ini sedang dikembangkan untuk digunakan ada African Twin.
Tetapi berbagai hal tersebut di atas tentu belum sepenuhnya bisa diimplementasikan oleh pengendara kendaraan roda dua di Indonesia. Terpenting tentunya pemahaman tentang keselamatan berkendara sudah tertanam pada pemikiran tiap pengendara di jalan. (*)