Tidak Bisa Asal, Ternyata Polisi Tidur Diatur Kementerian Perhubungan
Polisi tidur ataupun marka kejut kerap ditemukan di jalanan Indonesia. Biasanya polisi tidur ini berfungsi sebagai penahan laju kecepatan kendaraan sepeda motor.
Polisi tidur ataupun marka kejut kerap ditemukan di jalanan Indonesia. Biasanya polisi tidur ini berfungsi sebagai penahan laju kecepatan kendaraan sepeda motor. Sehingga alat ini kerap hadir di lingkungan perumahan atau dearah dengan aktifitas yang padat.
Namun ternyata membuat polisi tidur tidak semudah kelihatannya, karena terdapat peraturan yang mengatur. Aturan tersebut terdapat pada Pasal 38 Peraturan Menteri Perhuungan Nomor 82 Tahun 2018. Pasal tersebut berbunyi penyelenggaraan alat penendali dan pengguna jalan dilakukan oleh Direktur Jendral, Kepala Badan, Gubernur, Bupati, dan Walikota.
Baca Juga: Tak Melulu Jualan Motor, Dealer Honda Bantu Tingkatkan Kualitas Pendidikan
Soal bentuk polisi tidur pun sudah diatur oleh Kementerian Perhubungan. Aturan yang harus diikuti mencakup warna, ukuran, hingga tinggi polisi tidur. Hal tersebut diatur pada Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 3 Tahun 1994 Pasal 4.
Peraturan tersebut juga menyebutkan, alat pembatas kecepatan harus ditempatkan pada jalan di lingkungan pemukiman, jalan lokal yang mempunyai kelas III C. Selain itu juga dapat digunakan pada jalan yang sedang dilakukan pekerjaan yang harus didahului dengan rambu peringatan.
Soal spesifikasinya, polisi tidur harus memiliki ketinggian maksimal 12 cm, lebar minimal 15 cm, dan sisi miring dengan kelandaian maksimal 15%. Hal ini diatur pada Pasal 5 Keputusan Menteri Perhubungan KM 3 Tahun 1994.
Baca Juga: Resmi! Kawasaki Indonesia Rilis Iklan Ninja ZX-250R
Bagi yang melanggar, maka terdapat ketentuan pidana sesuai Pasal 27 ayat (1) dan (2) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Sebagaimana diterangkan pada Pasal 274 dan 275 dalam Undang-Undang yang sama.
"Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan atau gangguan fungsi jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pdana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 24.000.000," tulis Pasal tersebut.