Pembatasan Pertalite Bisa Picu Masalah Baru
Hal ini dikhawatirkan akan menimbulkan kegaduhan baru di tengah-tengah masyarakat akibat kebijakan ini.
OTORIDER - Aturan tentang pembatasan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite sedang diajukan Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas melalui revisi Perpres Nomor 191 Tahun 2014 agar memiliki landasan hukum yang jelas. Karena, di dalamnya akan ditetapkan siapa saja konsumen yang berhak menggunakan Pertalite.
“Jadi kita tunggu, nanti kalau sudah ada terbit dari revisi Perpresnya, kita baru bisa melakukan pengaturan untuk pembatasan Pertalite. Karena di dalamnya akan ditetapkan siapa saja konsumen yang berhak menggunakan Pertalite,” kata Kepala BPH Migas, Erika Retnowati dikutip Antara, Senin (8/1).
Aturan tentang pembatasan bersubsidi untuk sepeda motor belum diberlakukan. Namun kemungkinan, motor dengan cc lebih dari 250 tidak diperbolehkan. "Motor belum. Sementara untuk Pertalite yang didata kendaraan roda empat. Jadi, pembeliannya masih seperti biasa untuk roda dua," kata Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting.
Akan tetapi, hal ini dikhawatirkan menimbulkan kegaduhan baru di tengah-tengah masyarakat. "Ini merupakan kebijakan yang tidak bijak tampaknya, sekadar menyenangkan sekelompok pimpinan tetapi tidak berdampak signifikan pada penurunan penggunaan Pertalite," ujar Pengamat Otomotif sekaligus Akademisi ITB, Yannes Pasaribu saat dihubungi OtoRider beberapa waktu lalu.
Ia menambahkan seharusnya pemerintah menggunakan strategi secara gradual, sehingga bisa diterima masyarakat.
"Kecuali, memang pemerintah menggunakan strategi penghilangan Pertalite secara gradual, dimulai dari pengurangan stoknya di setiap SPBU, sehingga secara perlahan masyarakat dan pelaku usaha tidak meresponsnya secara emosional. Seperti proses hilangnya bensin jenis Premium beberapa tahun lalu," kata Yannes.
BPH Migas sendiri menyampaikan bahwa kuota penyaluran Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite pada 2024 sebesar 31,7 juta kilo liter (kl) atau lebih rendah dibandingkan 2023 yang mencapai 32,56 juta kl. (*)