Impresi Berkendara Maka Cavalry, Benarkah Motor Paling Enak?
Pertama berjumpa di arena test ride saat peluncuran, kemudian menungganginya di ajang MediaTest Ride yang memberikan impresi bagi kami.

OTORIDER - Salah satu motor listrik yang baru diluncurkan ke publik adalah Maka Cavalry produk dari perusahaan nasional, MAKA Motors.
Setelah peluncuran di akhir tahun lalu dan ikut pameran di Indonesia International Motor Show (IIMS) 2025, lalu, MAKA Motors melakukan Test Ride bersama media, Rabu (26/2) lalu.
Kami pun merasakan di atas joknya kembali setelah sebelumnya ketika Test Ride saat launching pada trek di sekitar venue di Senayan, Jakarta Selatan.
Kembali memberikan kesan pertama, Maka Cavalry tampil tidak seperti motor listrik yang ada di pasaran, bentuknya mirip dengan salah satu motor bensin yang bernuansa adventure.
Dengan dua lampu utama yang berdesain cukup tegas, di bawah winshield kecil yang mempermanis tampilan dari depan.
Sementara di belakang, desainnya lumayan unik dengan sepatbor yang terpisah pada bagian belakangnya, sehingga berkesan sporty.
Di bagian tengah bodi, terdapat bagian cukup tebal di tengah, maklum ada ruang di bawahnya sebagai tempat baterai berkapasitas 4 kWh.
Hal yang unik, pengguna dapat melihat kapasitas baterai dari lampu petunjuk yang ada di samping di tengah bodinya.
Sementara jok yang cukup tebal dengan ketinggian 770mm, yang berdesain bertingkat memberikan kesan leluasa pada penumpang yang duduk di belakang.

Saat duduk di posisi pengemudi, setang dengan desain yang memiliki batang kecil di tengah, sepertinya bisa menjadi tempat bertenggernya dudukan gadget, baik smartphone maupun action cam.
Sedangkan panel instrumen yang cukup jelas terpampang di dekat setang, memberikan berbagai informasi.
Baik itu tentang indikator suhu motor penggerak, tingkatan persentase kapasitas baterai, spidometer, indikator pilihan mode Hi Torque dan Hi Regen, serta penunjuk besaran konsumsi Wh/km, selain itu ada odometer dan tripmeter, serta range atau jarak tempuh yang tersisa dari daya baterai yang ada.
Saat bergerak dari Showroom di Radio Dalam, Jakarta Selatan, kami merasa posisi tubuh dengan tinggi 171 cm dan berat 93kg, tak kesulitan untuk menaiki motor yang bobotnya 132,6 kg tersebut.
Dalam posisi standar terangkat, kaki masih bisa menapak tanah, dengan posisi duduk santai. Pengoperasian grip akselerator maupun tuas rem mudah dilakukan.
Hanya saja pijakan kaki yang terasa agak kurang lebar, bagi pengguna sepatu berukuran 43, meski saat agak selonjoran, posisi pijakan di balik cowling bawah malah terasa pas.
Untuk menyalakannya, masih menggunakan anak kunci dengan posisi berada di bawah setang di sebelah kanan, mirip dengan produk dari sebuah motor bensin.
Setelah anak kunci dimasukkan, ketika diputar ke kiri akan membuka jok, dan akan tampak bagasi seluas 20 liter yang ada bagian memanjang di dalamnya, ke bagian tengah bodi yang juga bisa menjadi tempat penyimpanan tambahan, biasanya unit charger portabel standar.
Selain di bawah jok, tempat penyimpanan berada di samping cowling sebelah kiri, cukup menekan penutupnya, akan terbuka dan akan terlihat tempat yang bisa digunakan untuk menyimpan smartphone sembari dicas melalui USB port tipe A dan C yang tersedia di sana.
Saatnya melakukan perjalanan. Ya, Maka Cavalry ini cukup mudah dibawa, karena terasa seimbang, tak saja bagian kiri dan kanan, tetapi juga depan dan belakang.
"Kami merancang rangka yang kalau dibelah dua dari belakang, akan seimbang bobotnya, begitu juga dengan keseimbangan antara depan dan belakang," tutur Arief Fadhillah, CTO MAKA Motors.
Makanya, ia juga menempatkan baterai yang cukup besar di bagian tengah bawah, agar mencapai keseimbangan yang sesuai.
Saat menggunaka Hi Torque yang menjadi pilihan awal, putaran akselerator benar-benar tidak seperti motor listrik pada umumnya.

Tarikannya linear dan 'berisi' di setiap kecepatan yang terus meningkat. "Hal itu terjadi karena controller Osiris yang kami rancang, memberikan muntahan torsi yang bertahap hingga maksimal seiring putaran akselerator," kata Arief lagi.
Ia juga menjelaskan bahwa controller itu membuat motor hub akan memberikan torsi yang sesuai keinginan pengguna hingga maksimum. "Kami bukan membatasi dengan opsi kecepatan, tetapi membuat torsi yang dikeluarkan sesuai dengan bukaan akselerator," katanya.
Tentu efek tarikan 'berisi' akan terus terasa hingga kecepatan maksimal yang bisa diperolehmya, yaitu di kisaran 106 km/jam.
Keseimbangan rangka itu, menjadi terasa ketika motor berdimensi (pxlxt) 1922 x 1973 mm itu, meliuk-liuk di antara mobil-mobil di kawasan Cibinong, Bogor, Jawa Barat yang mulai padat saat itu.
Sesekali bahkan perlu mengerem agak kuat karena padatnya lalu-lintas, namun hal itu pun membuat kami tahu, bahwa meski pilihan pada mode Hi Torque, tetapi ketika terjadi pengereman agak kuat, ada lampu Regen (regenerative braking) yang menyala pada indikator.
Di saat bertemu dengan rute tanjakan di kawasan Sentul, tarikan masih tetap 'berisi' dan mampu menanjak dengan cepat, walau kondisi jalan tak sepenuhnya mulus tetapi mampu diredam oleh sepasang sokbreker teleskopik di depan dan sepasang adjustable shockbreaker.
Hanya saja, ketika kapasitas daya baterai sudah mencapai 30%, tarikan pun tak 'ganas' lagi, indikator kapasitas baterai berkedip dan tarikan sekadarnya saja, meski tidak sampai berhenti di ja;am menanjak.
Menurut pihak MAKA Motors, hal itu terjadi karena ketika berada di bawah 30% motor akan membatasi keluaran dayanya dan otomatis beralih ke mode yang menghemat penggunaan baterai.
Hal itu bertujuan agar ketika sudah menemukan tempat untuk mengisi daya kembali dan motor pun akan kembali beroperasi normal.
Yang menarik, ketika perjalanan pulang, dengan memanfaat kan jalan menurun, Hi Regen pun diaktifkan.
Tampak indikator regenerative muncul hingga tiga dan empat bar, menandakan banyaknya pengisian baterai sedang dilakukan sembari berjalan.
Dengan kondisi baterai yang di awal keberangkatan dari Edensor Cafe, Sentul, sudah terisi hingga 93%, lantas dengan perjalanan sekitar 17km, sesampainya di Jl Babakan Madang si sekitar Sirkuit Sentul, daya baterai bertambah menjadi 95% hasil dari regenerative braking tersebut.
Namun setelah mencapai Cibinong, di Jl Raya Bogor-Jakarta, mode Hi Torque pun digunakan kembali, agar lebih sesuai dengan kondisi jalan dan bisa berakselerasi lebih cepat.
Saat perjalanan pulang, kondisi jalanan lebih padat, sehingga kerap melakukan pengereman dan kemudian berakselerasi kembali.
Tuas rem cakramnya, baik depan maupun belakang cukup empuk dan memberikan respons yang cepat untuk mengurangi putaran dari roda depan berukuran 110/80, serta 130/80 di belakang, yang keduanya menggunakan pelek ring 14 itu.
Begitu pun ketika berakselerasi dengan kemampan yang dapat mencapai 4,8 detik untuk mencapai kecepatan 60 km/jam dari berhenti, menjadikannya tunggangan yang cukup dinamis.
Iseng berakselerasi dengan rival motor bensin pun tak perlu ragu, hahaha.(*)