Bukan Lagi Subsidi Tunai, Motor Listrik Diusulkan Dapat PPN DTP 12 Persen
Dengan perubahan dari subsidi langsung menjadi insentif fiskal seperti PPN DTP, pemerintah berharap ekosistem kendaraan listrik nasional bisa terus berkembang

OTORIDER - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengusulkan skema insentif baru untuk pembelian motor listrik sebagai pengganti subsidi langsung sebesar Rp7 juta yang selama ini diberikan kepada konsumen.
Usulan ini menjadi bagian dari strategi pemerintah untuk terus mendorong percepatan adopsi kendaraan listrik di Indonesia. Skema insentif baru sendiri berupa diskon Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Ditanggung Pemerintah (DTP) hingga 12 persen untuk pembelian motor listrik.
Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan Kemenperin, Mahardi Tunggul Wicaksono, menjelaskan bahwa insentif PPN DTP ini akan diberikan untuk kendaraan listrik roda dua dan roda tiga yang memenuhi syarat Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) di atas 40 persen.
Dua Kategori Penerima Insentif PPN
Skema insentif ini terbagi dalam dua kategori:
Motor listrik dengan baterai Sealed Lead Acid (SLA) dan TKDN >40% akan mendapatkan PPN DTP sebesar 6 persen.
Motor listrik dengan baterai lithium dan TKDN >40% akan mendapatkan insentif PPN DTP lebih besar, yakni 12 persen.
"Ini merupakan bentuk lanjutan dari insentif pembelian motor listrik agar tetap berlanjut dan mendorong pertumbuhan industri kendaraan listrik dalam negeri," ujar Tunggul dalam sebuah diskusi publik mengenai efektivitas insentif otomotif.
Penjualan Motor Listrik Melonjak 263 Persen
Tunggul juga menyoroti efektivitas kebijakan sebelumnya. Menurutnya, pemberian subsidi Rp7 juta per unit motor listrik pada 2023 berhasil meningkatkan penjualan kendaraan listrik roda dua secara signifikan.
"Jumlah registrasi Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) roda dua pada tahun 2023 meningkat 263 persen dibandingkan 2022, dari 17.198 unit menjadi 62.409 unit. Kenaikan ini didorong oleh pemberian insentif pembelian," jelasnya.
Terkendala Negosiasi Internasional
Meski telah diajukan, kebijakan baru ini belum bisa direalisasikan karena masih menunggu keputusan akhir dari Kementerian Keuangan. Wakil Menteri Perindustrian, Faisol Riza, menyebutkan bahwa proses finalisasi insentif tertunda akibat negosiasi tarif impor dengan Amerika Serikat.
"Masih proses, karena ada proses soal tarif Trump itu yang membuat kita harus pending dulu sementara," ujar Faisol. Meski demikian, ia memastikan bahwa kebijakan subsidi atau insentif untuk kendaraan listrik akan tetap dilanjutkan. (*)