OTORIDER - Berdasarkan data Korlantas Polri, per 5 Mei 2024 total kendaraan di wilayah hukum Polda Metro Jaya mencapai 24.356.669 unit. Data terkait mencakup 4.354.155 unit mobil pribadi dan 19.016.898 sepeda motor. Sisanya merupakan bus (44.352 unit), mobil atau angkutan barang (876.637 unit), dan kendaraan khusus sebanyak 64.611 unit.
Dengan data tersebut, terdapat kebijakan untuk mengurangi jumlah kendaraan yang menyebabkan pencemaran udara dan kemacetan. Kebijakan itu diturunkan langsung oleh Pemerintah Pusat melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta (DKJ) yang telah diteken Presiden RI, Joko Widodo pada 25 April 2024.
Pada kebijakan tersebut, terdapat Pasal 24 Ayat 2 yang menyebutkan bahwa Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Jakarta memiliki kewenangan untuk mengatur tentang usia dan jumlah kendaraan pribadi. “Kewenangan Khusus dalam subbidang lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi kegiatan: g. pembatasan usia dan jumlah kepemilikan kendaraan bermotor perseorangan,” bunyi pasal tersebut.
Sementara itu, Pengamat Transportasi dan Peneliti Senior Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Revy Petragradia menilai pembatasan kendaraan bermotor ini harus ada kejelasan aturan, agar mengerti maksudnya.
"Pembatasan ini harus diturunkan lagi ke aturan turunannya lagi karena yang dimaksud apa saja. Pembatasan kendaraan bisa bermacam-macam, pembatasan umur kendaraan, pembatasan dengan ganjil genap, pembatasan area atau koridor tertentu yang hanya bisa diakses kendaraan tertentu," ujar Revy saat dihubungi Otorider, Senin (6/5).
Ia sendiri sepakat bahwa kemacetan di Jakarta dan polusi saat ini diakibatkan tingginya penggunaan kendaraan pribadi. "Pemerintah harus juga menyediakan angkutan umum publik yang massive sebelum mereka melakukan pembatasan yang massive. Karena masyarakat harus punya pilihan untuk mobilitasnya," papar Revy.
Wacana pembatasan kendaraan sebenarnya sudah sejak lama diusulkan pada 2015, ketika masa pemerintahan gubernur Basuki Tjahja Purnama. Tetapi, tidak pernah menemui kejelasan karena terbentur hal lain. (*)