Jangan Asal Murah, Ini Bahayanya Penggunaan Ban Daur Ulang
Jika Anda membuka situs jual beli online, atau tengah melintas di jalanan mungkin kerap terlihat penjual yang menawarkan ban dengan banderol miring.
OTORIDER - Jika Anda membuka situs jual beli online, atau tengah melintas di jalanan mungkin kerap terlihat penjual yang menawarkan ban dengan banderol miring.
Harganya di rentang Rp 30-50 ribuan saja untuk jenis matik. Kembangan ban pun terlihat masih tebal dan kerap terbungkus plastik layaknya ban baru. Pedagang di pinggir jalan biasanya membawa embel-embel diskon pabrik dalam menjajakannya.
Namun jangan salah, ban tersebut merupakan hasil daur ulang berjenis fullpress atau vulkanisir. Caranya dengan melapis ulang bagian tapak hingga ke sisi ban agar kompon terlihat masih tebal. Lalu apakah ini aman digunakan?
Instruktur & Founder Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC), Jusri Pulubuhu menyatakan jika ban vulkanisir sebenarnya aman dipakai, tapi bukan untuk kendaraan ringan seperti motor.
"Ban vulkanisir sebetulnya aman-aman saja, tetapi perlu dipahami ini berlaku untuk kendaraan jenis truk dan pesawat. Di mana produsen ban pun memang merancang ban tersebut untuk dapat divulkanisir agar mampu mereduksi biaya. Tapi untuk sepeda motor, justru tidak direkomendasikan," ucapnya saat Otorider hubungi, Kamis (14/11).
Hal ini terkait dengan standarisasi dan kualitas ban motor vulkanisir yang tidak memenuhi persyaratannya. Sebab bisa saja prosesnya masih manual, tanpa adanya pengawasan baik dari segi bahan pelapis hingga kualitasnya tidak sesuai standar.
"Jika produknya masih home made, maka tidak bisa memenuhi standar kualitas (ban baru) dan aspek safety ini yang berbahaya," tambah Jusri.
Beberapa potensi bahaya pun bisa terjadi jika menggunakan ban jenis vulkanisir ini. Terutama dari segi traksi yang berpotensi membuat motor tergelincir saat dipakai.
"Ban yang sumbernya bekas, karet-karetnya sudah mati atau kadaluarsa. Karet-karet itu tidak memenuhi kualitas standar ban, karena tidak memberi traksi yang baik," wanti pria ramah ini.
Selain traksi, ban juga harus dapat menghasilkan ketahan panas antara komponen itu sendiri dan permukaan jalan. Jika tidak, ban berpotensi pecah saat melintas di aspal panas.
Selain itu, proses vulkanisir juga membutuhkan jenis lem khusus yang merekatkan bagian ban bekas dan lapisan barunya. Saat pengelemannya tidak sesuai standar, maka lapisan luar ban bisa mudah mengelupas dan membahayakan baik pengendara dan pengguna jalan lain saat berkendara.
Ban Batik Ulang
Selain vulkanisir, daur ulang ban juga biasanya dilakukan dengan 'dibatik' atau dengan mengukir lagi alur ban yang seharusnya sudah habis menjadi tebal kembali. Ini pun disebut oleh Jusri sebagai langkah yang berbahaya.
"Ban dibatik itu tidak aman. Karena sebenarnya sudah tipis permukaannya dibatik lagi agar tebal. Lagi-lagi ini berkaitan dengan traksi. Jika digunakan, nantinya jarak pengereman jauh. Dari segi kualitas dan ketahanan rendah. Sehinga ujung-ujungnya pengguna kendaraan terancam keselamatannya. Jadi jangan hanya bagus covernya saja," urai Jusri. (*)