Kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang membolehkan sepeda jenis road bike melintas di Jalan Layang Non Tol (JLNT) Kasablanka menuai protes. Banyak pihak yang menilai kebijakan tersebut diskriminatif dan berbahaya dari sisi keselamatan. Pihak pemerintah pun telah melakukan uji coba selama beberapa waktu.
Pada Minggu (13/6), koalisi Bike2Work yang juga merupakan kelompok pengguna sepeda menggelar diskusi bertajuk Black Day. Kegiatan ini awal mulanya berbentuk demo, kemudian dialihkan menjadi diskusi. Kegiatan diskusi pun dihadiri sejumlah stakeholder seperti Dishub DKI Jakarta, ISSI DKI, Mula Cycling, Road Safety Indonesia, Koalisi Pejalan Kaki dan lainnya.
Baca Juga: Tidak Asal, Simak Syarat Pembuatan SIM CI dan CII
Berikut Hasil Diskusi dan Kesepakatan
Seluruh pihak memahami bahwa pesepeda balap memang membutuhkan ruang untuk berlatih/berolahraga sepeda, dan kebutuhan ini memang harus difasilitasi.
Aliansi B2W, Kopeka, KPBB dan RSA, mendorong adanya fasilitasi ini karena sifat minority urban (dalam hal ini pesepeda balap) yang wajib diakomodir pula kebutuhannya.
Baca Juga: Harley-Davidson Luncurkan Lini Motor 2021, Termurah Rp 420 Juta!
Meski demikian, pemerintah jangan mengabaikan faktor keselamatan, keamanan dan khususnya rasa keadilan, atau menabrak undang-undang atau peraturan yang telah ada.
Terkait rasa keadilan, maka Aliansi meminta agar peraturan daerah (Perda) terkait Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) bisa dimanfaatkan sebagai landasan hukum, menggantikan diskresi (yang sebenarnya diskresi ini menabrak aturan-aturan yang ada) di mana semua pihak memiliki hak menikmati HBKB -kecuali motor dan mobil, bahkan jika perlu areanya diperluas, dan jamnya lebih panjang.
Kemudian, dibuat zona kecepatan, misalnya kecepatan rendah dan tinggi. Sehingga ada ruang yang lebih aman, berkeselamatan, dan ada rasa keadilan yang diperkuat oleh peraturan (yang bukan diskresi). Di sini, pesepeda balap akan mendapatkan ruang yang didorong secara permanen.
Menyarankan pada pemangku kebijakan untuk mengeluarkan peraturan low speed zone di Jakarta, terutama area perumahan, sekolah, dan sebagainya, mengingat angka kematian di jalan raya tercatat 2 jiwa/jam. Jika diberlakukan, maka kendaraan bermotor mesti patuh pada aturan ini.