Faktor Psikologis Bisa Pengaruhi Insiden Rombongan HOG di Bukit Tinggi
Beberapa waktu lalu insiden rombongan Harley Owners Group (HOG) di Bukit Tinggi sempat menjadi sorotan publik. Kira-kira bisakah faktor psikologis mempengaruhi kejadian itu?
Beberapa waktu lalu insiden rombongan Harley Owners Group (HOG) di Bukit Tinggi sempat menjadi sorotan publik. Pasalnya kejadian tersebut melibatkan pemukulan terhadap dua orang prajurit TNI. Kira-kira bisakah faktor psikologis mempengaruhi kejadian itu?
Diana M Sani selaku Psikolog sekaligus Direktur Kayross Psikologi Utama mengatakan terdapat dua faktor dalam berperilaku. Di antaranya adalah faktor individu yang berarti internal masing-masing orang serta faktor eksternal yang bisa berasal dari situasi atau kelompok. Menurutnya, pada suatu kejadian perlu dilihat terlebih dahulu melalui kepribadian individu orang tersebut.
"Terlepas dari masalah motor besarnya, tiap individu itu kan punya emosinya sendiri. Misalnya lagi nyetir diserempet orang, kan ada yang yasudah mengalah saja. Tetapi ada yang emosi, engga terima, jadi lebih ngebut dan lain sebagainya," ujar Diana saat dihubungi OtoRider melalui telepon, Selasa (3/11).
Diana yang juga Psikolog lulusan Universitas Indonesia menyebutkan ketika seseorang berkelompok sudah masuk ke psikologi sosial karena melibatkan orang lain. Dirinya menyebutkan dalam psikologi sosial terdapat Conformity atau konformitas. Artinya seseorang yang berada dalam suatu grup ingin sama dengan orang-orang yang ada disekeliling atau group tersebut.
Baca Juga: Bagaimana Etika Konvoi Bersama Club Atau Komunitas Motor?
"Jadi engga ingin kelihatan beda, maunya sama seperti orang-orang yang ada di sekitar atau normanya juga sama. Sama seperti anak SMA tawuran, ketika misalnya sekolah saya diserang kan langsung identitas kelompoknya naik. Jadi kalau teman saya maju ya saya akan maju, itu sudah bukan identitas pribadi yang dibawa tetapi kelompok," pungkasnya memberi contoh.
"Nah itu sama saja seperti kalau ada di kelompok penggemar motor, moge, kelompok touring apapun. Itu ada yang namanya identitas kelompok, ada kebersamaannya, ada kesamaan nilai-nilai. Nah itu otomatis konformitasnya tinggi, jadi saya akan menyamakan perilaku saya dengan kelompok saya. Engga bisa beda, kalau berbeda berarti saya akan dikucilkan," lanjutnya.
Baca Juga: Yamaha Luncurkan All New Aerox 155 Connected, Harga Mulai Rp 25 jutaan!
Berdasarkan pengalaman Diana, dalam banyak peristiwa hal tersebut bisa menjadi dorongan yang lebih besar daripada faktor internal. Meskipun orang tersebut tidak emosional, tetapi ketika bersama kelompoknya menjadi ikut emosional. Dirinya mengatakan konformitas tersebut yang mendorong perilaku seseorang agar sama dengan kelompoknya.